Sabtu, 31 Mei 2014

BEBERAPA ISU DALAM ANALISIS PERBANDINGAN LAPORAN KEUANGAN


           Analisis berdasarkan laporan keuangan akan melibatkan beberapa perbandingan baik terhadap perusahaan lainnya atau terhadap data periode-periode sebelumnya. Isu tersebut adalah :

            1.Laporan keuangan yang disesuaikan kembali
            Ada beberapa situasi dimana perusahaan diharuskan menyesuaikan kembali laporan keuangan periode yang lalu :
            a. Jika perusahaan pada periode sekarang memutuskan untuk menghentikan lini bisnis tertentu, maka pendapatan dan biaya yang berkaitan dengan lini bisnis tersebut dan laba atau rugi yang diharapkan disebabkan pelepasan lini bisnis tersebut akan diklasifikasikan dalam item “operasi yang dihentikan” (discountinued operation) dalam laporan rugi laba.
            b. Jika perusahaan bergabung dengan perusahaan lain dalam transaksi yang masuk pada kategori pooling of interest, laporan keuangan yang lama ( periode lalu ) harus menyesuaikan laporan keuangan yang baru seperti kalau kedua perusahaan tersebut bergabung sejak dulu.
            c. Perubahan-perubahan prinsip akuntansi (missal, perubahan dari lifo menjadi fifo ) mengharuskan perusahaan menyesuaikan kekmbali laporan keuangan masalalunya supaya mencerminkan prinsip yang baru tersebut.

            2. Perbedaaan klasifikasi rekening.
            Seringkali perusahaan melakukan klasifikasi item-item atau rekening-rekening dalam laporan kuangan berbeda satau sama lainnya. Jika ada informasi yang cukup, penyesuaian bias dilakukan agar perbandingan lebih konsisten tetapi jika tidak ada informasi yang cukup barangkali tidak perlu dilakukan penyesuaian. Pada situasi seperti ini harus memberi cacatan mengenai perbedaan klasifikasi rekening tersebut agar interpretasi lebih lanjut bias mengacu pada catatan tersebut.
Sebagai contoh, barangkali suatu perusahaan melaporkan biaya depresiasi dan amortisasisecara terpisah, perusahaan lain mengalokasikan biaya tersebut ke harga pokok penjualan.

            3. Perbedaan prinsip-prinsip akuntansi
            Sumber lain yang menyebabakan data berbeda satu sama lain adalah penggunaan prinsip-prinsip akuntansi yang berbeda.dalam batasan yang telah ditentukan prinsip akuntansi, perusahaan masih mempunyai beberapa alternatif  penggunaan metode atau prinsip akuntansi yang di pakai uuntuk pelaporan keuangan
Apabila ada informasi yang cukup, sehingga penyesuaian bisa dilakukan tanpa membuat asumsi yang tidak realistis, maka penyesuaian bisa dilakukan. Tetapi apabila tidak ada informasi yang cukup, barang kali tidak perlu dilakukan penyesuaian dan perbedaan tadi akan di bicarakan dalam tahap interpretasi.

            4.  Perbedaaan penanggalan laporan keuangan
            Meskipun kebanyakan laporan keuangan menggunakan Desember sebagai akhir periode, tetapi ada beberapa perusahaan yang menggunakan penanggalan akhir periode bulan yang lain. Pilihan semacam ini semakin popular apabila perusahaan ingin menyesuaikan laporan keuangannya dengan siklus musiman bisnis. Siklus musiman biasanya tidak harus sesuai dengan penanggalan akhir Desember.

            5. Perbandingan dengan data historis dan dengan perusahaan
            Apabila analisis melakukan perbandingan data keuangan dengan data-data masa lalu maka ia akan melakukan analisis time series. Semakin banyak observasi yang ia punyai analisis akan semakin baik.
            Dalam analisis semacam itu analisis harus memperhatikan factor-faktor yang akan berpengaruh besar terhadap perilaku data, dan bias menjadi dasar interpretasi keuangan perusahaan. Contoh factor tersebut adalah :
          a.  Perubahan lini produk yang signifikan,missal melalui akuisisi atau penjualan anak perusahaan. Kejadian semacam itu tentu akan mempengaruhi trend data keuangan dan akan mempengaruhi analisis perbandingan dengan data masa lalu (analisis time series).
          b.  Perubahan prinsip dan metode akuntansi. Perubahan ini akan mempengaruhi data time series.

http://dhanialfitra.wordpress.com/2009/06/22/beberapa-isu-dalam-analisis-perbandingan-laporan-keuangan

Sabtu, 17 Mei 2014

MACAM-MACAM RASIO

  1. RASIO SOLVABILITAS
Solvabilitas suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban financialnya baik jangka pendek maupun jangka panjang apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi.
Syafri (2008:303) menyatakan bahwa Rasio solvabilitas adalah rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam membayar kewjiban jangka panjangnya/ kewajiban-kewajibannya apabila perusahaan di likuidasi.
JENIS-JENIS RASIO SOLVABILITAS
a.      Rasio hutang modal / Debt to Equity Ratio
Rasio hutang modal menggambarkan sampai sejauh mana modal pemilik dapat menutupi hutang-hutang kepada pihak luar dan merupakan rasio yang mengukur hingga sejauh mana perusahaan dibiayai dari hutang.
Jadi dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio merupakan perbandingan antara total hutang (hutang lancar dan hutang jangka panjang) dan modal yang menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya dengan menggunakan modal yang ada.
Rasio hutang modal dihitung dengan formula:

Menurut Syafri (2008:303) semakin kecil rasio hutang modal  maka semakin baik dan untuk keamanan pihak luar rasio terbaik jika jumlah modal lebih besar dari jumlah hutang atau minimal sama.

 
b.      Total Asets to Total Debt Ratio/ Debt Ratio
Rasio ini merupakan perbandingan antara total hutang dengan total aktiva. Sehingga rasio ini menunjukkan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh aktiva. Menurut Sawir (2008:13) debt ratio merupakan rasio yang memperlihatkan proposi antara kewajiban yang dimiliki dan seluruh kekayaan yang dimiliki.
Rasio ini dihitung dengan rumus:


Apabila debt ratio semakin tinggi, sementara proporsi total aktiva tidak berubah maka hutang yang dimiliki perusahaan semakin besar. Total hutang semakin besar berarti rasio financial atau rasio kegagalan perusahaan untuk mengembalikan pinjaman semakin tinggi dan sebaliknya.
c.       Times Interest Earned
Time interest earned merupakan perbandinganantara laba bersih sebelum bunga dan pajak dengan beban bunga dan merupakan rasio yang mencerminkan besarnya jaminan keuangan untuk membayar bunga utang jangka panjang.
Sawir (2008:14) mengatakan bahwa: Rasio ini juga disebut dengan rasio penutupan (coverage ratio), yang mengukur kemampuan pemenuhan kewajiban bunga tahunan dengan laba operasi (EBIT) dan mengukur sejauh mana laba operasi boleh turun tanpa menyebabkan kegagalan dari pemenuhan kewajiban membayar bunga pinjaman.
Time Interest Earned dapat dihitung dengan rumus:



Jadi rasio solvabilitas merupakan kemampuan perusahaan untuk memenuhi semua kewajibannya, untuk melunasi seluruh hutangnya yang ada dengan menggunakan seluruh aset yang dimilikinya apabila sekiranya perusahaan dilikuidasi. Dengan demikian rasio solvabilitas berpengaruh dengan kinerja keuangan perusahaan sehingga rasio ini memiliki hubungan dengan harga saham perusahaan.


 
  1. RASIO PROFITABILITAS
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu dan juga memberikan gambaran tentang tingkat efektifitas manajemen dalam melaksanakan kegiatan operasinya. Efektifitas manajemen disini dilihat dari laba yang dihasilkan terhadap penjualan dan investasi perusahaan. Rasio ini disebut juga rasio rentabilitas.
Rasio profitabilitas merupakan rasio yang menggambarkan kemampuan perusahaan dalam mendapatka laba melalui semua kemampuan dan sumber yang ada seperti kegiatan penjualan, kas, modal, jumlah karyawan, jumlah cabang dan sebagainya (Syafri, 2008:304)



JENIS-JENIS RASIO PROFITABILITAS
  1. Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor)
Gross profit margin merupakan rasio yang mengukur efisiensi pengendalian harga pokok atau biaya produksinya, mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien (Sawir, 2009:18).
Gross profit margin merupakan persentase laba kotor dibandingkan dengan sales. Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan operasi perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan sales, demikian pula sebaliknya, semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsuddin, 2009:61).
Gross profit margin dihitung dengan formula:


  1. Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)
Rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan. Semakin tinggi Net profit margin semakin baik operasi suatu perusahaan.
Net profit margin dihitung dengan rumus:




  1. Rentabilitas Ekonomi/ daya laba besar/ basic earning power
Rentabilitas ekonomi merupakan perbandingan laba sebelum pajak terhadap total asset. Jadi rentabilitas ekonomi mengindikasikan seberapa besar kemampuan asset yang dimiliki untuk menghasilkan tingkat pengembalian atau pendapatan atau dengan kata lain Rentabilitas Ekonomi menunjukkan kemampuan total aset dalam menghasilkan laba.
Rentabilitas ekonomi mengukur efektifitas perusahaan dalam memanfaatkan seluruh sumberdaya yang menunjukkan rentabilitas ekonomi perusahaan (Sawir, 2009:19).
Rentabilitas Ekonomi dihitung dengan rumus:



Rentabilitas ekonomi dapat ditentukan dengan mengalikan operating profit margin dengan asset turnover. Rendahnya Rentabilitas Ekonomi tergantung dari (Sawir, 2009:19):
  • Asset Turnover 
  • Operating Provit Margin 
Operating profit margin merupakan perbandingan antara laba usaha dan penjualan. Operating profit margin merupakan rasio yang menggambarkan apa yang biasanya disebut pure profit yang diterima atas setiap rupiah dari penjualan yang dilakukan (Syamsuddin, 2009:61).
Operating profit disebut murni (pure) dalam pengertian bahwa jumlah tersebutlah yang benar-benar diperoleh dari hasil operasi perusahaan dengan mengabaikan kewajiban- kewajiban finansial berupa bunga serta kewajiban terhadap pemerintah berupa pembayaran pajak. Apabila semakin tinggi operatig profit margin maka akan semakin baik pula operasi suatu perusahaan.
Operating profit margin dihitung sebagai berikut:






  1. Return on Investment
Return on investment merupakan perbandingan antara laba bersih setelah pajak dengan total aktiva. Return on investment adalah merupakan rasio yang mengukur kemampuan perusahaan secara keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia didalam perusahaan (Syamsuddin, 2009:63).
Semakin tinggi rasio ini semakin baik keadaan suatu perusahaan. Return on investment merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar laba bersih diperoleh perusahaan bila di ukur dari nilai aktiva (Syafri, 2008:63).
Return on Investment dihitung dengan rumus:



Atau dapat juga dihitung dengan: ROI = Net profit margin x Assets turn over
  1.  Return on Equity
Return on equity merupakan perbandingan antara laba bersih sesudah pajak dengan total ekuitas. Return on equity merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi para pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang saham preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan (Syafri, 2008:305).
Return on equity adalah  rasio yang memperlihatkan sejauh manakah perusahaan mengelola modal sendiri (net worth) secara efektif, mengukur tingkat keuntungan dari investasi yang telah dilakukan pemilik modal sendiri atau pemegang saham perusahaan (Sawir 2009:20).  ROE menunjukkan rentabilitas modal sendiri atau yang sering disebut rentabilitas usaha.
Return on equity dapat dihitung dengan formula:

  1.  Earning per share (EPS)
Earning per share adalah rasio yang menunjukkan berapa besar kemampuan perlembar saham dalam menghasilkan laba (Syafri, 2008:306).
Earning per share merupakan rasio yang menggambarkan jumlah rupiah yang diperoleh untuk setiap lembar saham biasa (Syamsuddin, 2009:66). Oleh karena itu pada umumnya manajemen perusahaan, pemegang saham biasa dan calon pemegang saham sangat tertarik akan earning per shareEarning per share adalah suatu indikator keberhasilan perusahaan.
Earning per share dihitung dengan rumus:




  1. RASIO PASAR
Rasio ini merupakan indikator untuk mengukur mahal murahnya suatu saham, digunakan untuk membantu investor dalam mencari saham yang memiliki potensi keuntungan dividen yang besar sebelum melakukan penanaman modal berupa saham. Namun rasio pasar tidak mempunyai ukuran yang menunjukan tingkat efesiensi rasio serta tidak dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan secara keseluruhan jika dilihat berdasarkan harga saham maupun jika dipergunakan oleh pihak manajemen perusahaan.
Rasio pasar merupakan sekumpulan rasio yang menghubungkan harga saham dengan laba, nilai buku per saham, dan dividen. Rasio ini memberikan petunjuk mengenai apa yang dipikirkan invenstor atas kinerja perusahaan di masa lalu serta prospek di masa mendatang (Moeljadi, 2006:75).
Rasio ini memberikan informasi seberapa besar masyarakat (investor) atau para pemegang saham menghargai perusahaan, sehingga mereka mau membeli saham perusahaan dengan harga yang lebih tinggi dibanding dengan nilai buku saham (Sutrisno, 2003:256).
Rasio pasar mengukur harga pasar saham perusahaan relatif terhadap nilai bukunya. Sudut pandang rasio ini lebih banyak berdasarkan pada sudut pandang investor ataupun calon investor, meskipun pihak manajemen, juga berkepentingan dalam rasio ini.

            JENIS-JENIS RASIO PASAR:

  1.  Rasio Pendapatan Per Lembar Saham (Earning Per Share)
Earning Per Share (EPS) biasanya menjadi perhatian pemegang saham pada umumnya atau calon pemegang saham dan manajmen. EPS menunjukan jumlah uang yang dihasilkan (return) dari setiap lembar saham. Semakin besar nilai EPS semakin besar keuntungan yang diterima pemegang saham.
Seorang investor membeli dan mempertahankan saham suatu perusahaan dengan harapan akan memperoleh dividen atau capital gain. Laba biasanya menjadi dasar penentuan pembayaran dividen dan kenaikan harga saham di masa mendatang. Oleh karena itu, para pemegang saham biasanya tertarik dengan angka EPS yang dilaporkan perusahaan.
EPS hanya dihitung untuk saham biasa.


Rumus EPS = (Laba bersih bagi pemegang saham biasa) / jumlah saham beredar

  1. Rasio Harga Laba (Price Earning Ratio)
Price Earning Ratio (PER) menunjukan berapa banyak investor bersedia membayar untuk tiap rupiah dari laba yang dilaporkan. Oleh para investor rasio ini digunakan untuk memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba di masa yang akan datang. Kesedian para investor untuk menerima kenaikan PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan dengan peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PER yang tinggi. Sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah cenderung memiliki PER yang rendah.


Rumus PER = Harga pasar per lembar saham / Pendapatan per lembar saham

  1.  Rasio Pasar Per Buku (Price To Book Value Ratio)
Rasio ini menunjukan berapa besar nilai perusahaan dari apa yang telah atau sedang ditanamkan oleh pemilik perusahaan, semakin tinggi rasio ini, semakin besar tambahan kekayaan (wealth) yang dinikmati oleh pemilik perusahaan (Husnan, 2006:76)
Jika harga pasar berada di bawah nilai bukunya, investor memandang bahwa perusahaan tidak cukup potensial. Bila seorang investor pesimis atas prospek suatu saham, maka banyak saham dijual pada harga di bawah nilai bukunya. Sebaliknya jika investor optimis maka saham dijual dengan harga di atas nilai bukunya.
Book value per share (nilai buku per saham) dihitung dengan membagi ekuitas saham biasa dengan jumlah saham yang beredar.


Rumus PBV = Harga pasar per saham / Nilai buku per saham

  1.  Rasio Pendapatan Dividen (Dividend Yield Ratio)
Dividen yield merupakan sebagian dari total return yang akan diperoleh investor. Biasanya perusahaan yang mempunyai prospek pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai dividend yield yang rendah, karena dividen sebagian besar akan diinvestasikan kembali. Kemudian karena perusahaan dengan prospek yang tinggi akan mempunyai harga pasar saham yang tinggi, yang berarti pembaginya tinggi, maka dividend yield untuk perusahaan semacam ini akan cenderung lebih rendah.


Rumus DY = Dividen per lembar saham / Harga per lembar saham

  1. Rasio Pembayaran Dividen (Dividend Payout Ratio)
Rasio ini melihat bagian pendapatan yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor sedangkan bagian lain yang tidak dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan.
Perusahaan yang mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio pembayaran dividen yang rendah. Sebaliknya perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah akan mempunyai raio yang tinggi. Pembayaran dividen juga merupakan kebijakan dividen perusahaan. Semakin besar rasio ini maka semakin lambat atau kecil pertumbuhan pendapatan perusahaan.


Rumus DPR = (Dividen per lembar saham / Pendapatan per lembar saham) x 100 %
                       



CONTOH RASIO PROFITABILITAS


PT. MAUNYA LABA
Penjualan Bersih
112.760.000
Harga Pokok Penjualan (HPP)
(85.300.000)
Laba Kotor
27.460.000
Biaya Pemasaran (6.540.000)

Biaya Admin&Umum (9.400.000)

Biaya Operasional
(15.940.000)
Laba sebelum bunga & Pajak (EBIT)
11.520.000
Bunga Hutang (jika ada)
(3.160.000)
Laba Sebelum Pajak (EBT)
8.360.000
Pajak Pendapatan (48%) atas EBT
(4.013.000)
Laba setelah pajak
4.347.000

Catatan:
Total Aktiva PT MAUNYA LABA = Rp81.890.000,-

Adapun Rasio Profitabilitas yang akan dipakai adalah:
  • Gross profit margin
  • Net profit margin
  • Return on Investment (ROI)
Gross Profit Margin
Gross Profit Margin = (Penjualan - HPP) / Penjualan Atau
Gross Profit Margin = Laba Kotor / Penjualan
Gross Profit Margin = 27.460.000 / 112.760.000 = 0,2435 = 24,35%

Gross Profit margin = 24,35%
artinya bahwa setiap Rp1,- (satu rupiah) penjualan mampu menghasilkan laba kotor sebesar Rp0,2435. Semakin tinggi profitabilitasnya berarti semakin baik. Tetapi pada penghitungan Gross Profit Margin, sangat dipengaruhi oleh HPP, sebab semakin besar HPP, maka akan semakin kecil Gross Profit Margin yang dihasilkan.

Net Profit Margin
Net Profit Margin = Laba setelah pajak (EAT)/Penjualan
Net Profit Margin = 4.347.000 / 112.760.000 = Rp0,0386 = 3,86%

Apabila Gross Profit Margin selama suatu periode tidak berubah, sedangkan Net Profit Marginnya mengalami penurunan, berarti biaya meningkat relatif besar dibanding dengan peningkatan penjualan.




Return On Investment (ROI) atau Return on Assets (ROA)
ROI = Laba setelah pajak (EAT) / Total Aktiva
ROI = 4.347.000 / 81.890.000 = Rp0,0531 = 5,31%
ROI = 5,31%
artinya menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang dipergunakan, berarti dengan Rp1000,- aktiva akan menghasilkan laba bersih setelah pajak Rp53,10 atau dengan Rp1,- menghasilkan laba bersih (EAT) Rp0,0531,-



DAFTAR PUSTAKA:

Ø  Riyanto, Bambang, 2008. Dasar-dasar Pembelajaran Perusahaan, BPFE, Yogyakarta.
Ø  Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan  Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ø  Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ø  Wahyono, Hadi, 2002. Komperasi Kinerja Perusahaan Bank dan Asuransi Studi Empiris di Bursa Efek Jakarta, Jurnal riset ekonomi dan manajemen, vol. 2 No. 2, Mei 2002
Ø  Sawir, Agnes, 2009. Analisa Kinerja Keuangan dan Perencanaan keauangan Perusahaan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Ø  Syafri Harahap, Sofyan, 2008. Analisa Kritis atas Laporan Keuangan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Ø  Syamsuddin, Lukman, 2001. Manajemen Keuangan Perusahaan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta
http://endonesia-bebas.blogspot.com/2009/11/saat-ini-saya-mau-coba-memberikan.html